Wednesday 9 January 2013

Jangan Benci Saya, Mama



( Kisah ini merupakan satu “Kisah Nyata” di Irlanda Utara)
AKU ADALAH SEORANG IBU YANG SANGAT BERDOSA DI DUNIA INI.

Sebelum ajal menjemputku, aku ingin menceritakan satu hal yang palingku kesali seumur hidupku. 20 tahun lalu, aku telah melahirkan seorang anak lelaki, wajahnya sangat tampan, namun terlihat agak bodoh. Adam suamiku memberinya nama Sam. Semakin lama semakin kelihatan bahawa anak ini memang akan menjadi bodoh dan terbelakang. Aku berniat untuk membuang ataupun memberi anak ini kepada orang lain untuk dijadikan anak angkat ataupun hamba mereka. Tetapi Adam melarang aku untuk melakukan perkara buruk itu. Akhirnya, dengan keadaan terpaksa, aku membesarkannya juga.
 Dua tahun setelah Sam lahir, aku melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik. Aku menamakannya Angelica, Aku sangat mengasihi Angelica, demikian juga Adam, suamiku. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikanya pakaian yang cantik-cantik. Namun tidak demikian halnya dengan Sam, dia hanya memiliki beberapa pakaian yang sudah usang. Suamiku berniat juga untuk membelikan pakaian untuk Sam tetapi aku melarangnya untuk tidak membeli dengan alasan untuk menjimatkan perbelanjaan keluarga, Adam selalu saja menuruti kataku.
Saat Angelica berusia 2 tahun, suamiku Adam meninggal dunia. Saat itu Sam berusia 4 tahun. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin bertambah. Setelah rumah kami terjual untuk membayar hutang, kami tinggal di sebuah pondok usang, sebuah pondok yang sangat kecil dan kotor. Akhirnya aku mengambil keputusan yang membuatkan aku menyesal seumur hidupku. Aku pergi meninggalkan kampong kelahiran dan pondok usangku, saat Sam sedang tidur nyenyak, meninggalkan Erik bersendirian dalam pondok usang tersebut.
Satu tahun, 2 tahun, 5 tahun bahkan 10 tahun telah berlalu sejak kejadian tersebut dan aku telah menikah dengan Brad. Usia pernikahan kami telah menjangkau 5 tahun.
Berkat Brad, sifat-sifat burukku yang mulanya pemarah, egois dan tinggi diri berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan pengasih. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menghantarnya ke sekolah Asrama Puteri, sekolah Jururawat. Tidak ada lagi yang ingat tentang Sam dan keadaanya. Sampai satu malam, aku bermimpi tentang seorang anak, wajahnya tampan tapi pucat sekali. Dia melihat ke arahku. Sambil tersenyum, dia berkata, “Makcik, apakah makcik kenal dengan ibu saya? Saya rindu sekali dengan ibu saya!”.
Setelah berkata demikian, dia mula berganjak pergi, namun aku menahannya, “Tunggu, sepertinya aku mengenali kamu, siapakah nama kamu, anak manis?”
“Nama aku Sam, makcik,” “Sam….? Sam….ya Tuhan! Kau benar-benar Sam?”


Aku langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, menyesal dan berbagai perasaan lain menerpa diriku saat itu. Tiba-tiba terlintas kembali kisah tragis yang berjadi dahulu. Seperti kisah yang berputar di kepalaku. Baru aku sedari betapa jahat dan kejamnya perbuatanku dahulu. Rasanya aku seperti mahu mati saja pada saat itu. Ya, aku harus mati…mati…mati..ketika jarak pisau yang aku goreskan ke pergelangan tanganku tinggal seinci, tiba-tiba bayangan Sam terlintas di fikiranku.
Ya Sam, mama akan menjemputmu Sam….
Petang itu, aku meletakkan kereta Honda Civic biruku di samping sebuah pondok usang. Brad dengan pandangan hairan menatapku dari samping. Kemudian dia bertanya, “Eve, apa yang sebenarnya terjadi?” “Oh, Brad, kau pasti akan membenciku selepas aku menceritakan tentang hal ini yang telah ku lakukan di masa lalu.” Kemudian aku menceritakannya teresak-esak. Ternyata Tuhan sungguh baik kepadaku. Ia telah memberikan kepadaku suami yang begitu baik dan penuh pengertian.
Setelah tangisan ku reda, aku keluar dari kereta dan Brad mengikuti ku dari belakang. Mataku menatap erat pada pondok usang yang terbentang dua meter di hadapanku. Aku mulai teringat betapa aku pernah tinggal di pondok tersebut selama beberapa bulan lamanya.
Mataku mulai berkaca-kaca, aku mengenali kain tersebut sebagai baju yang dipakai oleh Sam sehari-hari. Beberapa saat kemudian dengan perasaan yang sukar digambarkan, aku pun keluar dari ruangan itu. Air mataku mengalir dengan deras, saat itu aku hanya berdiam sahaja. Sesaat kemudian, aku dan Brad menaiki kereta dan meninggalkan tempat tersebut. Tiba-tiba aku melihat seseorang di belakang kereta kami. Aku sangat terperanjat kerana waktu itu sangat gelap kemudian terlihatlah wajah orang itu yang sangat kotor, ternyata ia seorang wanita tua.
Kembali aku tersentak, ketika dia tiba-tiba menegur dengan suaranya yang garau, “Hei, Siapa kau?! Mau apa kau kemari?” Dengan memberanikan diri, aku bertanya, “Ibu, apakah ibu kenal dengan seorang anak bernama Sam yang dulu tinggal disini?” Ia menjawab, “kalau kau adalah ibunya, “Kalau kau adalah ibunya, kau adalah orang yang terkutuk!! Tahukah kau 10 tahun yang lalu saat kau meninggalkannya di sini, Sam terus menunggu ibunya dan terus memanggil ‘mama…mama…!!!’ kerana tidak sanggup, aku kadang-kadang memberinya makan dan mengajaknya untuk makan bersamaku. Walaupun aku orang miskin dan hanya seorang pengemis, namun aku tidak akan sanggup meninggalkan anakku sendiri seperti itu! 3 bulan yang lalu, Sam meninggalkan sekeping kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis surat ini untukmu.”
Aku lalu membaca tulisan di kertas itu, “Mama, mengapa mama tidak pernah kembali? Adakah mama memarahi Sam? Mama, biarlah Sam saja yang pergi yang penting mama harus berjanji kepada Sam untuk tidak marah lagi pada Sam. Selamat tinggal ma…” Aku menjerit hysteria setelah membaca surat itu. “Bu, tolong katakana..katakan dimana Sam sekarang? Aku berjanji akan mengasihinya mulai sekarang! Aku tidak akan meninggalkannya lagi, bu…!! Tolong katakana…!! Brad lalu memeluk tubuhku yang bergetar.


“Puan, semua sudah terlambat (dengan nada lembut). Sehari sebelum puan datang, Sam sudah meninggal dunia. Dia meninggal dunia di belakang pondok ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu, dia rela bertahan di belakang pondok ini, tanpa berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila mamanya datang, mamanya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana. Ia hanya berharap dapat melihat dari belakang pondok ini meskipun hujan lebat, dengan keadaannya yang lemah, dia terus bersikap keras menunggu puan di sana. Puan, dosamu tidak akan terampuni untuk selama-selamanya.

Message:
Kita sebagai manusia haruslah saling sayang menyayangi antara manusia tidak kira tua atau muda, kerana kita semua manusia adalah sama sahaja. Sebagai ibu bapa kita haruslah menunjukkan kasih sayang kita kepada anak-anak, walaupun rupa dan diri mereka tidak sempurna seperti yang kita mahukan…


No comments:

Post a Comment

Translate

Popular Posts