( Kisah ini merupakan satu “Kisah Nyata”
di Irlanda Utara)
AKU ADALAH SEORANG IBU YANG SANGAT
BERDOSA DI DUNIA INI.
Sebelum ajal
menjemputku, aku ingin menceritakan satu hal yang palingku kesali seumur
hidupku. 20 tahun lalu, aku telah melahirkan seorang anak lelaki, wajahnya
sangat tampan, namun terlihat agak bodoh. Adam suamiku memberinya nama Sam.
Semakin lama semakin kelihatan bahawa anak ini memang akan menjadi bodoh dan
terbelakang. Aku berniat untuk membuang ataupun memberi anak ini kepada orang lain
untuk dijadikan anak angkat ataupun hamba mereka. Tetapi Adam melarang aku
untuk melakukan perkara buruk itu. Akhirnya, dengan keadaan terpaksa, aku
membesarkannya juga.
Dua
tahun setelah Sam lahir, aku melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik.
Aku menamakannya Angelica, Aku sangat mengasihi Angelica, demikian juga Adam,
suamiku. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikanya
pakaian yang cantik-cantik. Namun tidak demikian halnya dengan Sam, dia hanya
memiliki beberapa pakaian yang sudah usang. Suamiku berniat juga untuk
membelikan pakaian untuk Sam tetapi aku melarangnya untuk tidak membeli dengan
alasan untuk menjimatkan perbelanjaan keluarga, Adam selalu saja menuruti
kataku.
Saat Angelica berusia 2 tahun, suamiku
Adam meninggal dunia. Saat itu Sam berusia 4 tahun. Keluarga kami menjadi
semakin miskin dengan hutang yang semakin bertambah. Setelah rumah kami terjual
untuk membayar hutang, kami tinggal di sebuah pondok usang, sebuah pondok yang
sangat kecil dan kotor. Akhirnya aku mengambil keputusan yang membuatkan aku
menyesal seumur hidupku. Aku pergi meninggalkan kampong kelahiran dan pondok
usangku, saat Sam sedang tidur nyenyak, meninggalkan Erik bersendirian dalam
pondok usang tersebut.
Satu tahun, 2 tahun, 5 tahun bahkan 10
tahun telah berlalu sejak kejadian tersebut dan aku telah menikah dengan Brad.
Usia pernikahan kami telah menjangkau 5 tahun.
Berkat Brad, sifat-sifat burukku yang
mulanya pemarah, egois dan tinggi diri berubah sedikit demi sedikit menjadi
lebih sabar dan pengasih. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami
menghantarnya ke sekolah Asrama Puteri, sekolah Jururawat. Tidak ada lagi yang
ingat tentang Sam dan keadaanya. Sampai satu malam, aku bermimpi tentang
seorang anak, wajahnya tampan tapi pucat sekali. Dia melihat ke arahku. Sambil
tersenyum, dia berkata, “Makcik, apakah makcik kenal dengan ibu saya? Saya
rindu sekali dengan ibu saya!”.
Setelah berkata demikian, dia mula
berganjak pergi, namun aku menahannya, “Tunggu, sepertinya aku mengenali kamu,
siapakah nama kamu, anak manis?”
“Nama aku Sam, makcik,” “Sam….? Sam….ya
Tuhan! Kau benar-benar Sam?”
Aku langsung tersentak dan bangun. Rasa
bersalah, menyesal dan berbagai perasaan lain menerpa diriku saat itu.
Tiba-tiba terlintas kembali kisah tragis yang berjadi dahulu. Seperti kisah
yang berputar di kepalaku. Baru aku sedari betapa jahat dan kejamnya
perbuatanku dahulu. Rasanya aku seperti mahu mati saja pada saat itu. Ya, aku
harus mati…mati…mati..ketika jarak pisau yang aku goreskan ke pergelangan
tanganku tinggal seinci, tiba-tiba bayangan Sam terlintas di fikiranku.
Ya Sam, mama akan menjemputmu Sam….
Petang itu, aku meletakkan kereta Honda
Civic biruku di samping sebuah pondok usang. Brad dengan pandangan hairan
menatapku dari samping. Kemudian dia bertanya, “Eve, apa yang sebenarnya
terjadi?” “Oh, Brad, kau pasti akan membenciku selepas aku menceritakan tentang
hal ini yang telah ku lakukan di masa lalu.” Kemudian aku menceritakannya
teresak-esak. Ternyata Tuhan sungguh baik kepadaku. Ia telah memberikan
kepadaku suami yang begitu baik dan penuh pengertian.
Setelah tangisan ku reda, aku keluar
dari kereta dan Brad mengikuti ku dari belakang. Mataku menatap erat pada
pondok usang yang terbentang dua meter di hadapanku. Aku mulai teringat betapa aku
pernah tinggal di pondok tersebut selama beberapa bulan lamanya.
Mataku mulai berkaca-kaca, aku mengenali
kain tersebut sebagai baju yang dipakai oleh Sam sehari-hari. Beberapa saat
kemudian dengan perasaan yang sukar digambarkan, aku pun keluar dari ruangan
itu. Air mataku mengalir dengan deras, saat itu aku hanya berdiam sahaja.
Sesaat kemudian, aku dan Brad menaiki kereta dan meninggalkan tempat tersebut.
Tiba-tiba aku melihat seseorang di belakang kereta kami. Aku sangat terperanjat
kerana waktu itu sangat gelap kemudian terlihatlah wajah orang itu yang sangat
kotor, ternyata ia seorang wanita tua.
Kembali aku tersentak, ketika dia
tiba-tiba menegur dengan suaranya yang garau, “Hei, Siapa kau?! Mau apa kau
kemari?” Dengan memberanikan diri, aku bertanya, “Ibu, apakah ibu kenal dengan
seorang anak bernama Sam yang dulu tinggal disini?” Ia menjawab, “kalau kau
adalah ibunya, “Kalau kau adalah ibunya, kau adalah orang yang terkutuk!!
Tahukah kau 10 tahun yang lalu saat kau meninggalkannya di sini, Sam terus
menunggu ibunya dan terus memanggil ‘mama…mama…!!!’ kerana tidak sanggup, aku
kadang-kadang memberinya makan dan mengajaknya untuk makan bersamaku. Walaupun
aku orang miskin dan hanya seorang pengemis, namun aku tidak akan sanggup
meninggalkan anakku sendiri seperti itu! 3 bulan yang lalu, Sam meninggalkan
sekeping kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari setiap hari selama
bertahun-tahun hanya untuk menulis surat ini untukmu.”
Aku lalu membaca tulisan di kertas itu,
“Mama, mengapa mama tidak pernah kembali? Adakah mama memarahi Sam? Mama,
biarlah Sam saja yang pergi yang penting mama harus berjanji kepada Sam untuk
tidak marah lagi pada Sam. Selamat tinggal ma…” Aku menjerit hysteria setelah
membaca surat itu. “Bu, tolong katakana..katakan dimana Sam sekarang? Aku
berjanji akan mengasihinya mulai sekarang! Aku tidak akan meninggalkannya lagi,
bu…!! Tolong katakana…!! Brad lalu memeluk tubuhku yang bergetar.
“Puan, semua sudah terlambat (dengan
nada lembut). Sehari sebelum puan datang, Sam sudah meninggal dunia. Dia
meninggal dunia di belakang pondok ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah.
Hanya demi menunggumu, dia rela bertahan di belakang pondok ini, tanpa berani
masuk ke dalamnya. Ia takut apabila mamanya datang, mamanya akan pergi lagi bila
melihatnya ada di dalam sana. Ia hanya berharap dapat melihat dari belakang
pondok ini meskipun hujan lebat, dengan keadaannya yang lemah, dia terus
bersikap keras menunggu puan di sana. Puan, dosamu tidak akan terampuni untuk
selama-selamanya.
Message:
Kita sebagai manusia haruslah saling
sayang menyayangi antara manusia tidak kira tua atau muda, kerana kita semua
manusia adalah sama sahaja. Sebagai ibu bapa kita haruslah menunjukkan kasih
sayang kita kepada anak-anak, walaupun rupa dan diri mereka tidak sempurna
seperti yang kita mahukan…